teori

Terkutuk Masuk Dunia Simbol

27 January, 2020

Manusia yang sanggup mati tepat pada waktunya sebagai manusia, adalah manusia yang selamat dari berbagai peperangan, suatu perang yang tidak pernah ia akui keberadaannya, perang yang tak pernah mengenal kemenangan. Suatu perang kearah inti keberadaan dirinya yang traumatis, kearah sesuatu dimana manusia tidak pernah mampu mengakui sepenuhnya menyatu ke dalam dunia simbolisnya. Manusia sepanjang hidupnya tidak pernah lain dari menyelamatkan diri dari perang ini. Hidup serta melahirkan budaya sebagai mahkluk sosial dalam kebudayan manusia. Perang yang dibutuhkan dan terus-menerus dinyatakan oleh setiap anak manusia, di dalam diri masing-masing dalam kesendirian dan berhadapan muka demi muka dengan kematian. Mereka yang diproyeksikan, dirusak dan ditolak, demi mengambil baris panjang yang dipaksakan. Untuk “mengabdi” kepada jaringan struktur “sang lain”.

Sebuah struktur yang tidak dapat ditemukan dasar epistemologisnya. struktur yang membawa manusia bergerak dalam relasi yang tidak nyata namun seolah nyata, menerima yang semu seolah ada dan yang fana sebagai keabadian. Tetapi karena sifat terjadinya dalam ketidaksadaran, maka manusia menerima sebagai sebuah kenyataan, menanggapi ilusi sebagai realitas yang sesungguhnya. Manusia beranggapan seolah-olah semua sudah menjadi bagian dari pilihan dan bahkan takdir hidupnya; mengelak berarti mengingkari panggilan jiwanya.

Situasi laten ini disebabkan oleh “efek” sebuah petualangan luar biasa dari kelahiran hingga pencarian fase Oedipal, sebuah proses transformasi makhluk biologis binatang kecil manusia yang menjelma menjadi anak kecil manusia, yang kemudian dikenal sebagai subjek-subjek maskulin atau feminim. Menurut Lacan, subjek diturunkan dari satu keseluruhan orisinal yang terbagi atas paruhan, dan bahwa eksistensinya didominasi oleh “hasrat” (desire) untuk mengembalikan paruhan lainnya.

“Efek” pembagian yang diderita subjek secara kodrati adalah bersifat seksual. Ketika subjek dibagi menjadi “pria-wanita”, ia kehilangan “keutuhan” androgyny yang pernah ia miliki serta direduksikan ke dalam dimensi biologis, yakni : pria atau wanita. Dimensi biologis ini secara mutlak menentukan identitas seorang subjek. Solusi satu-satunya bagi kehilangan yang dialami subjek sebagai akibat pembagian seksualitas adalah heteroseksual atau melahirkan procreation.

Anak terlahir tanpa adanya figur ibu, karenanya si anak tidak memiliki rasa terpisah dari ibunya, sehingga membayangkan dia dan ibunya adalah satu kesatuan. Kondisi ini disebut dalam teori Lacan sebagai The Real yaitu dunia sebelum ditangkap oleh bahasa atau arena yang belum terbahasakan, sebuah wilayah gelap yang tidak diketahui oleh manusia. Kondisi alami ini oleh Lacan digambarkan sebagai “saat pemenuhan” atau “keutuhan” wholeness atau unity suatu wilayah psikis yang belum ada keterpisahan, tidak ada bahasa, tidak ada kehilangan, yang ada hanyalah pemenuhan utuh kesatuan sempurna. Suatu kondisi sebelum subjek terpisah dari kenikmatan tubuh dan rahim sang ibu.

Keadaan The Real ini terjadi pada masa anak berusia 0-6 bulan, ketika sang anak belum mampu membedakan dirinya dari orang tua dan dunia sekitarnya, yakni sebelum si anak menyadari batas-batasnya. Sebelum masuk fase cermin, si anak masih pre-lack (bayangan akan kebersatuan dengan ibu) dan pre-linguistic (belum dapat berbahasa). Si anak baru menyadari adanya perbedaan/perpisahan dengan ibunya setelah dia memasuki fase cermin. Pada saat bersamaan, si anak masuk ke dalam lingkar Ordo Simbolik yang didasarkan oleh bahasa, yaitu “Hukum Ayah”. Masuk ke dalam simbolik berarti masuk ke dalam bahasa, juga masuk ke dalam “kehilangan”. Dengan begitu, bahasa menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari konsep “ketiadaan”. Terlahir pada suatu “kehilangan” berarti sebagai subjek yg berbicara, pada saat yang sama itu si anak menjadi kehilangan yang Real yaitu kehilangan kebersatuan dengan figur ibu, yaitu suatu kehilangan yang tidak dapat diraih kembali, ketika subjek mulai masuk ke dalam bahasa (wilayah simbolik). Sehingga subjek menghabiskan sepanjang hidupnya untuk berusaha meraih kembali kebersatuannya dengan yang hilang, yaitu figur ibu.

Subjek yang berbicara muncul pada saat yang sama dengan represi utama (hasrat kepada ibunya). Pada saat yang sama si anak masuk fase oedipal kompleks, situasi ini menyebabkan si anak akan mengalihkan perhatiannya kepada obyek lain selain ibunya sebagai kompensasi rasa takut akan kehilangan ibunya. Represi utama adalah saat pembentukan alam bawah sadar, maksudnya munculnya alam bawah sadar sebagai akibat tertekannya hasrat. Kemunculan tersebut dengan cara berikut: subjek muncul karena adanya hasrat yang dikekang terhadap ibunya yang sekarang hilang. Si anak telah membuang jauh-jauh identitas ilusional/imajiner akan sang ibu dan memasuki simbolik.

Masuk ke dalam bahasa melambangkan kelahiran hasrat dan pemendaman hasrat. Masuk ke dalam bahasa berarti masuk ke dalam keteraturan sosial, tetapi hal ini juga berarti mengalami kehilangan lebih jauh karena hasratnya tidak akan pernah dapat terpenuhi. Selanjutnya terjadilah pencarian abadi akan barang yang hilang, yang disebut Lacan l’object petit-a (’a’ kecil, autre, artinya ’o’ kecil, other/lainnya, ibu).

The Real bukan merupakan bagian dari The Symbolic, tetapi justru arena yang menegaskan The Symbolic dan The Imaginary. Ia tidak dapat disatukan ke dalam simbolik. Tetapi yang Real tetap berpengaruh, karena tidak dapat ditembus oleh fantasi dan struktur linguistik. Keterikatan manusia pada yang Symbolic membuat subjek selalu bergerak kearah yang Real. Dengan demikian jelaslah bahwa manusia selalu berada di wilayah perbatasan antara yang Symbolic dan yang Real. Melalui yang Symbolic, manusia berusaha memahami, meraih dan mengungkapkan yang Real dan masuk kembali ke dalam kondisi “kesatuan” atau ”kesempurnaan”, tetapi selalu terlempar kembali ke wilayah simbolik. Gap antara The Real dan yang Symbolic ini menghasilkan trauma. Dan manusia selalu hidup dengan menyandang trauma ini.

Referensi:

  • Hayward, Susan, Cinema Studies: The Key Concept; New York: Routlegde,2000.
  • Ali, Matius, Psikologi Film: Membaca Film lewat Psikoanalisis Lacan-Zizek. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi IKJ;2010.
  • Althusser Louis, Essays on Ideology; verso, London : 1984.

Artikel sebelumnya

Teori Auteur

Artikel berikutnya

Tiga Kapasitas Utama Film

comments powered by Disqus