opini

Tiga Kapasitas Utama Film

27 January, 2020

1). Representasi bergambar:
Menyadari gambar sebagai suatu ‘hal’ adalah berbeda dengan dengan mengakui kehadiran objek dalam gambar, namun keduanya begitu terikat satu sama lainnya, sehingga tidak terpisahkan.

Hal ini berkaitan dengan representasi otak dan representasi pikiran.

Representasi otak adalah pola aktivitas sensori-motor-saraf, yaitu pola berulang aktivitas saraf memberikan respon pada fitur struktur lingkungan organism.

Fungsi otak adalah untuk mengambil ‘gambar’ lanskap atau konfigurasi abstrak, ketidakberagaman temporal, dan simetri abadi yg membangun dunia objektif pengalaman.

Dari proses ini menghasilkan peta yg merupakan ‘kerangka kerja konseptual’ yg begitu erat kaitannya dengan tradisi filsafat.

Representasi pikiran sarat dengan muatan dualistik antara yg metafisis dan epistemologis.

Yaitu , sebuah entitas internal yg bersifat diskriminasi atas pilihan dari pengalaman pancaindra

Bagaimana kontinuitas representasi pikiran merespon interaksi simbolik (tanda-tanda linguistik dan symbol).

Yaitu representatif pikiran atas simbol untuk mengenali apa yg diwakili gambar atau objek tersebut.

2). Variable framing:
Media film sebagai media bergambar berbeda dengan media lainnya maka perlakuan terhadapnya juga berbeda .

Gambar lebih mudah dikenali dibanding kata-kata tertulis atau ideografik, yg tidak menikmati pengenalan instan layaknya gambar.

Begitu juga film yg lebih mudah dipahami dibandingkan drama, sebagian unsurnya disebabkan karena, film memiliki variable frame atau kemampuan untuk mengukur, mengkotakkan, dan merangkai perhatian pemirsa (kemampuan intertexual atas efek-efek dari berbagai type shot).

3). Narasi erotetic:
Narasi erotetic adalah narasi berdasar serangkaian pertanyaan yang berkelanjutan yang diajukan dan dijawab dari serangkaian shot, scene, sequence dalam urutan konstruksi naratif adegan berikutnya.

Narasi erotetic ‘menjawab’ pertanyan yang diajukan dalam adegan sebelumnya, atau mereka menyediakan bahan untuk merumuskan jawaban yang memungkinkan untuk pertanyaan yang diminta atau disarankn sebelumnya.

Sehingga struktur naratifnya secara fundamental adalah sistem pertanyaan internal bahwa film itu menjawab adegan kunci, baik itu pada akhirnya menimbulkan pertanyaan baru atau menjawabnya.

Atau sebagai fungsi terkait dengan mempertahankan pertanyaan yang sudah dikeluarkan sebelumnya, atau menjawab dan kemudian memperkenalkan sesuatu yg baru.

Dengan demikian setiap shot, scene, ataupun squence diposisikan sebagai perangkat yg memiliki kapasitas untuk mempertanyakan, merespon, mengobjek, memprovokasi, menteorisasi, atau menciptakan hepotesa sekalipun.

Gilles Deleuze menyatakan bahwa film bisa bekerja melalui terminologi ‘konjungsi logis’, seperti …’oleh karena’,… ‘Jika…’, ‘maka…’, ‘sebab,meskipun’.

Tampilan shot, scene dan squence dengan demikian bukanlah sekedar mata yg bersifat non-human, tapi kepanjangan “mata pikiran” penonton. (Deleuze,2005:23).

Masing-masing kapasitas ini menelisik ‘ranah kognitif’ penonton, bagaimama realisme dibingkai kembali sebagai kekuatan untuk merangsang pikiran, kerena memang seharusnya film sebagai serangkaian artikulasi nilai-nilai pikiran yg melalui representasi bergambar menghubungkan pikiran dengan dunia luar (indeks yg berhubungan dengan sebab-akibat).

Film dengan demikian merupakan ungkapan dialog konstan dengan pikiran penontonnya.

Selesai.

Artikel sebelumnya

Terkutuk Masuk Dunia Simbol

Artikel berikutnya

comments powered by Disqus